David
Efendi
Memberikan
judul note ini agak sulit karena memadukan dua kata revolusi dan parkiran
(tempat parkir) yang memang secara terminologi harfiah tidak mempunyai ikatan
emosional. Berbeda dengan ketika orang menyebut 'revolusi Iran" atau
revolusi industri dimana terjadi suatu perubahan total tentang struktur dan
sistem yang ada di dalam sebuah negara. Namun sebenarnya revolusi parkiran ini
akan menambah penjelasan dari revolusi industri, perkembangan kapitalisme dan
modernisasi dalam skala yang spesifik.
Parkiran
Pada
saat masih kecil saya melihat tempat parkir itu bukan sesuatu yang penting. Di
sekolah saya tidak ada tempat parkir khusus, orang memarkir sepeda ontel dapat
dilakukan dimana saja dan tidak ada dikenal tanda lokasi parkiran. Tetapi kalau
lihat di parkiran pasar kecamatan, sudah ada rumah untuk parkir walau tidak
selalu tertata rapi. Pada saat itu, parkiran bukanlah sesuatu yang manarik
untuk diperbincangkan. Penjaga parkir adalah pekerjaan yang tidak banyak
membuat orang tertarik. Kini, pengambil kebijakan publik harus memeras otak
untuk mengelola sumber pendapatan penting ini.
Pada
dasarnya, terminal, stasiun, pelabuhan, bandara adalah sebuah lokasi parkir
kendaraan yang memuat kapasitas besar untuk mentransfromasikan zaman
perdagangan dan zaman industrialisasi. Bahkan negara yang hebat adalah negara
yang mampu menyediakan tempat parkir yang nyaman dan aman serta mampu
memberikan pelayanan yang baik kepada para pemilik kendaraan. Singapura adalah
contoh negara yang kaya raya dengan bisnis parkir baik untuk parkiran pesawat
maupun komoditas barang internasional. Jadi dengan demikian, parkir dan yang
terkait kebijakan di dalamnya adalah sesuatu yang dapat menjadi sangat bernilai
komersial.
Yogyakarta
adalah kota yang terkenal dengan nuansa pedesaan. Paling tidak kesan ini sangat
kuat hingga kini dengan tata kelola ruang kota yang tidak terjebak pada
pembangunan gedung tinggi. Bahkan ada batasan bangunan dalam kota maksimal tiga
lantai. Di luar kota dapat lebih dari tiga lantai seperti Plaza Ambarukmo. Citra
kota tradisional ini juga menjadikan daya tarik wisata setara dengan kota-kota
besar seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan, dan sebagainya. Bali adalah
modal yang mirip Yogyakarta dimana tradisi dan tata kelola ruang tetap
mempertahankan ciri khas.
Revolusi
Perkotaan
Kembali
ke Yogyakarta. Sejak tahun 2004, sektor perparkiran menjadi perhatian sangat
besar karena pendapatan asli daerah (kota), salah satu sumber utamanya, berasal
dari sektor ini. Situasi ini tidak bisa terlepas dari perkembangan otomotive,
bisnis kendaraan bermotor dan menjamurnya usaha kecil dan menengah sampai ke
pusat perbelanjaan besar. Harga motor kredit yang semakin murah menjadikan
permintaan kendaraan semakin meningkat tajam. Paling tidak selama satu tahun
terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor sampai dengan 106,800 unit dengan
perkiraan 8,900/bulan
(http://jogja.tribunnews.com/2012/01/10/jumlah-kendaraan-di-yogya-bertambah-8.900-per-bulan).
Hal ini mau tidka mau akan memaksa berbagai tempat perbelanjaan, rumah makan,
dan plesiran menyediakan ruang yang lebih besar untuk menampungnya.
Keadaan
ini juga memaksa munculnya pengelola lahan parkiran yang berbasis premanisme
dimana mereka mencoba menguasai space tertentu yang dapat dijadikan sumber
pencari uang. Hal ini kita saksikan di berbagai sudut kota, trotoar, rumah
makan, dan sebagainya yang tukang parkirnya dapat dikatakan illegal karena
tanpa menyertakan karcis/bukti retribusi. Selain itu juga marak, penjualan
karcis palsu atau penggunaan karcis yang berulang-ulang. Ini sering mendapatkan
komplain dari beberepa pembaca dalam surat pembaca media lokal dan nasional
karena seringkali pelayanan parkir sangat buruk.
Lahan
parkir juga menjadi isu politik lokal terkait perebutan sumber daya ekonomi
yang sangat basah ini. Beberapa kelompok bersaing dan konflik berkepangjangan
akibat berebut lahan parkiran. Wajar saja karena di kota banyak pengangguran
dan membutuhkan uang untuk survive. Sebagaimana sudah dibincangkan oleh
Habermas ruang publik adalah arena kontestasi pengaruh, makna, dan secara
praktis tercermin dalam perebutan pendapatan. Politisasi pengelolaan parkir
menjadi rumor dan gosip jalanan. Fenomena yang sangat menarik dan rawan
kejahatan adalah ketika ada pesta rakyat seperti sekaten, konser, dan
sebagainya. Hal ini tergambar dalam sebuah lagu unik dari Yogyakarta.
"...Jogo
parkiran jogo sing tênanan
ojo
ming golék bathi jalaran kahanan
jogo
parkiran jogo sing tênanan
soyo
akéh sing têko soyo ra aman
kènè
podo mrènè, parkir ning kènè waè
ngguya-ngguyu
uwongè, soyo kêbak dompétè
pêndak
dino critanè, soyo akéh duwitè." (G-Tribe)
Singkat
cerita dari lirik tersebut, pekerjaan menjadi tukang parkir itu sangat
menguntungkan. Bekerja tanpa modal dan keahlian namun bisa mendapatkan uang.
Pekerjaan ini juga bisa dilakukan dengan santai dan rilek. Namun demikian
seorang tukang parkir seharusnya tidak mementingkan mendapat keuntungan saja
ettapi harus melihat situasi, mementingkan keamanan pelanggan. Hal ini
disebabkan pengelolaan parkiran ini bersifat komunal dan dalam batas tertentu
bisa dikatakan dikelola oleh private company. Di Yogyakarta, keluarga Sultan
(menantu) menjadi pengelola bisnis parkiran terdepan dengan nama "Java
Parking." Hal ini tentu sudah disadari bahwa bisnis ini tidak banyak
membutuhkan modal tetapi mampu mempekerjakan banyak anak muda yang 'nganggur'.
Kadang ini juga menjadi berwajah shodow statet sebab pemeirntah daerah snediri
juga memungut retribusi hanya seringkali kalah dengan pemain swasta dalam
praktiknya. Pemain swasta sering juga membeli tiket parkiran ke pemerintah
daerah namun bisa juga mencetak sendiri karena ini bukan sesuatu yang sulit
dilakukan.
Kabid
Perparkiran Dinas perhubungan Kota Yogyakarta Tri Hastono menerangkan, target
pendapatan Kota Yogya dari sektor parkir tahun ini mencapai Rp 1,4 miliar.
Hingga saat ini target tersebut sudah terpenuhi sekitar 85 persen. Hal ini
tidak sulit lantaran melihat potensi parkir yang ada. Berdasarkan capaian
tahun sebelumnya yaitu tahun 2010 mencapai Rp 1,7 miliar dan tahun 2009
terkumpul Rp 1,3 miliar. Jika dikelola lebih profesional dipastikan hasilnya
jauh dari jumlah tersebut (http://demo.kotajogja.com/berita/index/84). Karena
itu upaya meningkatkan tetap dilakukan walau dengan kompromi dengan pelaku
bisnis parkiran lainnya. Dari informasi yang ada, pihak pemkot sudah
melakukan sensus uji potensi parkir di Kota Yogyakarta, dengan mendata
seluruh jukir di 900 titik parkir.
Karena
begitu menguntungkan bisnis parkiran di Yogyakarta, kita menyaksikan ada
revolusi besar tentang makna parkiran itu sendiri. Tempat-tempat pleseiran,
bisnis, dan sebagainya menjadi wajib menyediakan lokasi parkiran yang nyaman
dan luas untuk merebut pelanggan. Jika tidak maka akan ditinggal oleh para
pelanggannya. Keburukannya pun kita lihat. Seringkali antara lokasi parkiran
dan trotoar menjadi persoalan karena tidak ada batas mana parkiran private dan
publik sehingga pejalan kaki kehilangan hak untuk menikmati "pedestrian
side" (trotoar). Sangat menyedihkan memang ketika para pelaku pasar
menutup mata dengan persoalan ini demi menggaet pelanggan mengorbankan publik
space. Pernah suatu kejadian, di sepanjang trotoar Jalan Parang Tritis dari
Pojok Benteng Selatan. Dua orang tuna netra harus naik turun trotoar ke jalan
akibat sering tertabrak oleh mobil dan motor yang parkir membujur dari lokasi
parkiran ke trotoar. Ini adalah kejahatan pasar yang perlu diperhatikan dan
diubah bersama melalui kebijakan pemerintah daerah.
Revolusi
ini terus menjalar kemana-mana, dari kota ke kota lain, dari desa-ke desa,
sebagai respon dari perkembangan kapitalisme yang mensyaratkan terakomdirnya
perangkat keras dari pasar yaitu kendaraan itu sendiri. Wajar saja, semua daerah
membangun pasar besar dengan kapasitas parkiran yang besar. Tidak hanya itu,
SPBU pun berlomba membangun lokasi parkir yang lebih luas dengan fasilitas yang
lebih beragam untuk kelayakan para konsumen. Ini adalah revolusi yang tidak
kita sadari tetapi lambat laun akan memicu berbagai persoalan baik persoalan
kesenjangan ekonomi, revivalisme industri, munculnya orang kuat atau shadow
state yang berebut pangsa pasar parkiran.
No comments:
Post a Comment