Monday, March 26, 2012

Puisi: Pemberontakan dan Perlawanan Sunyi


David Efendi
Ketika saya mencintai puisi-puisi perlawanan saya akhirnya diketemukan dengan sosok Widji Thukul yang tidak pernah aku temui secara langsung. Walau demikian sajak-sajaknya membuat semua otak dan jiwaku bergerak mengamini realitas yang digambarkan oleh Tukul. Dia dikenal sebagai aktifis buruh yang menantang kebengisan penguasa melalui puisi dan gerakan turun ke jalan. Secara individu dia melawan dengan pena dan puisi secara kolektif dia mempunyai tenaga untuk bergerak. Di ujung kehancuran orde Suharto di tahun 1998, dia banyak menumpahkan peluru panas lewat puisi lalu dia hilang sebagai martir---revolusi memakan anak kandungnya sendiri.
Ada dua puisi yang saya analisis untuk memberikan gambaran bagaimana pemberontakan sastra itu menjadi terbuka (manifes) dan juga bisa menjadi tertutup (Laten). Kemungkinan terbuka dan tertutup itu ternyata sudah ditangkap oleh Tukul untuk mengatakan bahwa bibit revolusi dan pemberontakan selalu ada dalam masyarakat yang timpang: miskin dan tertindas. Ketika kekuasaan sangat represif dan kualitas penderitaan tidak tertahankan lagi mereka akan melawan jika ada solidaritas antar buruh dan orang miskin. Jika keadaan masih bisa ditahan, kekuatan terjaga dan diam.