Thursday, March 8, 2012

"Endorsement Battle" dan Politik Doa Restu


David Efendi

"Dia (Si Fulan) adalah satriya Piningit...hadir di saat yang dinanti-nanti"
(Ki Gendeng Raja Sejagat, contoh endorsement)

Pagi ini habis sarapan pagi, karena malas beraktifitas, saya lalu menonton TV di lounge lantai 3. Seperti biasa saya merasa seru dan semangat kalau lihat pembicaraan politik di stasiun televisi FOX milik geng partai republik. Kritikan pedas dan gak kepalang tanggung selalu muncul metani semua keslahan dan kekurangan pemerintah Obama. Tv ini,kKalau disetarakan di Indonesia FOX ini mirip Metro TV ketika mengkritik pemerintahan SBY. Keduanya adalah penyalur adrenalin "oposisi" dengan jalan membangun opini publik melalui media.

Pagi ini edisinya menarik yang diberikanya judul "Endersement Battle" yaitu mengenai perang image yang dimulai untuk persiapan pilpres 2013 di USA. Perang jenis ini adalah perang yang dimulai dari pujian oleh orang ternama kepada kandidat tertentu misalnya Clinton, Bush memebrikan pujian tertulis atau tidak kepada kandidat  dari partai tertentu. Kalau di Indonesia politik ini bukanlah hal yang luar biasa. Misalnya, Dinopati Djalal membuat banyak endorsment dan juga dari orang/tamu asing mengenai sepak terjang pak Beye. Cerita ini bisa ditelusuri dari perang biografi antar calon menjelang pemilu. Tidak hanya presiden, bahkan anggota dewan, calon bupati, gubernur dan incumbent serius membuat biografi dengan meminjam pena orang lain untuk menggenjot tingkat/angka keterpilihan.

Pada mulanya, saya tahu endorsement adalah komentar untuk buku. Jadi, manusia atau sosok tubuh sekarang ditempatkan sebagai buku yang di dalamnya berisi text baik objective atau subjektiv ada di dalamnya. "Orang hebat" lalu berkomentar berdasarkan dari sisi mana mereka mengenal text/tubuh ini. Tubuh ini pasti tidak netral begitu juga para penilia atau pembuat endosement. Ada kepentingan yang saling menguntungkan, bisa jadi. Lalu, ...

Why does endorsement really matter?why does not?
Di Amerika, konon, endorsement memang mempunyai pengaruh cukup penting dalam pemilu pilpres dan kurang penting dalam pemilu internal partai. Mengapa demikian? Publik merasa endorsement adalah bagian dari kredibilitas dan track record yang diyakini oleh orang berintegritas nasional dan kawakan. Publik, bisa jadi, tidak punya cukup waktu untuk tracking kemampuan kandidat sehingga percaya kepada orang-orang berintegritas tersebut untuk membantunya dan mereka percaya. "Obama, yes we can" adalah bagian dari endrorsement publik yang diproses melalui suara-suara orang berkaliber nasional sebelum pemilu. Endorsment tidak lain adalah politik "doa restu" di Indonesia. Seberapa dampak doa restu, kita bisa saksikan dalam peta politik Indonesia hari ini atau setidaknya mulai pemilu tahun 1999. Konon SBY selalu minta restu gedung putih selain ke kyai-kyai dan leluhur, begitu juga Bu Ani konon sudah direstui/sudah diendors oleh White House. 

Ekstremnya, endorsement yang kita tahu semenjak sepuluh tahun terakhir ini tidak hanya dihasilkan dari interaksi dengan manusia atau pribadi luhur atau tokoh, namun juga berasal dari interaksi dengan leluhur (divine power) yang juga berujuang pada mitos dan unsur keramat pusaka lainnya. Banyak penulis menyaksikan, bagaimana Suharto menjaga kursi kekuasaannya dengan "endorsement" dari penjaga laut kidul, atau seribu macam penjaga gunung di Nusantara ini. Konon, SBY dan kru tidak kalah kuat berurusan dengan restu dan endoresement dari penguasa jagat alam lain. Endersement dari "dunia lain" penting mana kalah ada kepercayaan bahwa tidak semua masalah dapat diselesaikan dengan kasat mata, dengan tekhnologi, atau rasionalitas namun banyak bencana yang harus diselesaikan dengan meruwat yaitu dengan cara membujuk "yang baurekso" agar bersedia membantu menjaga dan memberikan endersement melalui kdamaian dalam bentuk pusaka atau aji-aji. Endersement ini tidak seperti orang modern, bisa menuliskannya di status facebook atau tweeter, atau menuliskan biografi sang kandidat.


Dec52011

No comments:

Post a Comment