David
"Dave" Efendi
Kita adalah 99%
dari anak bangsa yang BELUM kehilangan akal waras dan budi mulia. Kita adalah
anak bangsa banyaknya 99% yang masih percaya akan keberadaan KPK memusuhi Iblis
dan setan koruptor. Kita adalah 99% dari masa depan bangsa. Hanya 1% yang anti
KPK itu bukan bangsa putih, itu dragula yang jumlahnya tak seberapa. Hanya 1%
yang sedang melawan kebenaran. mahluk 1% itu tidak sulit kita binasakan hanya
mereka bertuhan uang dan bernabi koruptor. Partai apakah ini? Mari kita
hancurbinasakan dengan jalan yang damai!" (Status FB 3 Okt/11).
Dua benua
artinya memposisikan saya yang sedang tinggal dibagian terororial Amerika dan
berasal dari salah satu kota di Indonesia di salah satu negara di kawasan benua
Asia. Facebooker merupakan penamaan tersendiri pada orang yang suka menggunakan
facebook untuk berbagai kepentingan. termasuk untuk meneriakkan komplain,
revolusi, atau sekedar menulis untuk menghibur diri sendiri. Pada
kesempatan ini saya mencoba mendiskripsikan dua kejadian penting di belahan dua
benua ini.
Pertama, gerakan anti wall street di seluruh Amerika dan negara-negara lain yang simpatik. Kedua, adalah gerakan mendukung KPK di Indonesia.
Pertama, gerakan anti wall street di seluruh Amerika dan negara-negara lain yang simpatik. Kedua, adalah gerakan mendukung KPK di Indonesia.
Diktator adalah
musuh setiap manusia, musuh zaman kebebasan. Di dunia global diktator itu
adalah sektor ekonomi fiktif yang berpusat di Wall Street (kini sedang menuju
proses keruntuhan di USA), dan di Indonesia kita tahu diktator yang masih
invisible alias sembunyi adalah regim korup yang sedang bersatu padu
menyelamatkan diri dan memusuhi KPK. Kedua diktator itu adalah musuh nyata,
hanya pandangan kita terbatas dan masih ragu untuk melangkah. Mahasiswa
bersatulah?! kaum pekerja seluruh dunia berseruhlah! Para jurnalis, facebooker,
penggemar tweeter bersatulah dan turunlah juga ke jalan tembak diktator tepat
di jantung dan kepalanya.
"OCCUPY
TOGETHER" WALL STREET
Saya mencoba menjadi
seorang ethnographer online. Saya merasakan dua gerakan ini terjadi dalam waktu
relatif sama kira-kira dua pekan terakhir ini. Kedua kasus, saya tidak langsung
berpartisipasi dalam aksi lapangan namun saya benar-benar terlibat dalam
suasana kebathinan yang sangat kuat. Saya mengikuti beberapa tweeter tentang
gerakan menguasasi Wall street ini dan saya juga tergabung dalam beberapa FB
terkait serta memberikan koment-komen dalam tweeter berisi dukungan kepada
mereka.
Dalam berbagai
blog, web, FB, tweeter, dan life streaming radio dan video terkait gerakan
occupy WS nampak sangat militan dan menjalar dilakukan diberbagai negara bagian
dan kota. Infrastuktur berupa teknologi internet luar biasa didayagunakan untuk
mensupport aksi jalanan dan lapangan. Bahkan, berbegai FB dan blog
menginformasikan kontak lawyer agar ketika brhadapan dengan agen negara dapat
mengajukan pembelaan. Pasti, semua orang sam dimata hukum, protes adalah hak
asasi bagian dari freedom. Walau demikian, nampak polisi federal atau negara
bagian mulai kisruh alias kehilangan kesabaran. Seorang teman sekelas saya,
orang Amerika Corp namanya memberitahukan saya tadi dikelas. Polisi atau agen
rahasis dibayar jutaan dollar untuk mengamankan demonstran. Wajar saja polisi
menjadi angkuh dan tidak ramah (tidak sepeerti biasa). Dalam teori rational
choice, polisi atau agen keamanan tidak berada dijalan yang keliru. Mereka juga
punya masa depan, jika situasi tidak menguntungkan atau penuh ketidakpastian
mereka akan mengambil jalan untuk memilih mana yang paling banyak mendapatkan
keuntungan. Keuntungan material, kini, adalah paling prioritas.
Diktator yang
dikonstrucsikan adlaha analogi dari keruntuhan diktator di Middle east,
semantara dikatator di Amerika adalah rejim Wall Street sebagai spekulan
raksasa menganai angka-angka ekonomi yang selama ini penuh manipulasi dan
ketidakadilan. Dari WS ini negara miskin diperas, kebijakan bobrok dipaksakan
di negara-negara kurang maju. Sebenarnya kita semua (negara Indonesia-pen),
bisa menolak US Dollar, dan akan kita saksikan keruntuhan negara nenek moyang
kapitalis ini.
DUKUNG KPK (dan
ANTI KPK)
"Saya harus
menyampaikan dengan nada keras "Partai Keadilan Sejahtera, untuk menyebut
oknum, sedang menjadi pahlawan bagi koruptor, menyatupadukan gerak melawan KPK,
tentu sponsornya banyak untuk bekal pemilu 2014 walau PKS harus menempuh jalan
NERAKA yang penting bisa mengamankan surga dunia-nya. Jika demikian, PKS memang
layak disebut Partai Koncone Setan"
Indonesia memang
negara yang agak sulit untuk melakukan perubahan secara mendasar lantaran
kendala geografi, etnis, dan ideology yang terlalu beragam. Selain itu,
alphanya pemimpin yang dapat diterima secara luas menjadi 'solidarity maker'
sebagimanap peran yang pernah dampuh oleh Sukarno atau para pemberontak lainnya
seperti Pangeran Diponegoro, Kahar Mudzakkar, Tan Malaka, dan sebagainya. Tokoh
karismatik yang sedang berjaya sering lupa dan malah bunuh diri akan
kekuatannya sendiri dengan menjadi sektarian atau politisi. Guru bangsa, kini,
pun tidak bisa lebih bergerak selain seruan moral dan perdebatan di media.
Menjadi rakyat Indonesia memang capek, tenaga dikuras oleh elit penguasa dan
pejabatnya.
Taruhlah contoh,
berbagai laporan pemberantasan korupsi. Uang 500 juta kayak seribu rupiah, uang
500 miliar kayak seharga lima ribu, dan 6 trilyun bukanlah persoalan besar di
Jakarta. Kita tahu, para pedagang asongan, petani kecil itu di desa-desa, untuk
mendapatkan 5 ribu saja mereka sudah kering keringatnya. Para penguasa di
negeri ini betul-betul menyakiti nurani rakyat. Tidak hanya sehari dua hari,
sepanjang hidup mereka.
Ketika belahan
dunia Arab terjadi revolusi atau gelombang demokratisasi keempat, semua ingin
menjadi lebih baik Indonesia nampak sibuk berwacana soal pemberantasan korupsi
dan semua hanya lips service. Tidak presidennya tidak menteri dan angota
DPR-nya. Ketika kelompok massa di Amerika, serius mencari biang kerok krisis
global dan pemiskiinan global serta memburuknya keadaan planet bumi lalu
ketemulah WALL STREET sebagai 'iblis'-nya, kita tengok di Indonesia, anggota
DPR, menteri, dan para koruptor menggalang kekuatan untuk menyerang KPK karena
dianggap teroris bagi koruptor. Betul sekali, KPK menjadi teroris tetapi untuk
kebaikan bangsa secara jangka panjang. Hanya saja, rakyat tidak tahu apa
keuntungan mendukung KPK? apa keuntungan mengutuk koruptor? apa keuntungan
demonstrasi atau terlibat aksi jalanan? Mereka punya rasionalitas, berdasarkan
alam pikir dan pengetahuan serta pengalaman masing-masing.
Di Amerika ada
gerakan boycott WS, ada aksi jalanan, aksi di media online dan seterusnya masif
diberbagai negara bagian baik melalui mass protest atau wacana online. Di
Indonesia, walau nyata persoalan dan spesifik bahwa korupsi adalah biang kerok
dari kebobrokan bangsa tetapi tidak banyak yang menyuarakan lantasan
sistematikanya korupsi ini dilakukan. Tidak hanya presiden dan menterinya,
anggota DPR/D dan DRPRD dan partainya serta pelaku pengusaha busuk. Mereka
berbagai uang jarahan, bahkan ustadz, kyai, dan guru pun dibagi uang subhat
alias tidak jelas itu. Bagaimana gerakan sosial bisa berjalan? Kendala bukanlah
dari sang diktator musuh tetapi internal juga mengalami pembusukan luar biasa.
Kita tengok, Ormas mana yang serius melawan korupsi? serius mendukung KPK?
semua yang ada mencari selamat.
Bagus untuk
dicatat, liberalisasi politik yang menjalar dengan kencang di Indonesia sudah
mampu mengubah kubu-kubu konservatif dalam ideologi menjadi super kapitalis dan
oportunis-pragmatis dalam pilihan politiknya. Partai keadilan Sejahtera(PKS)
sebagai partai "keluaran surga", awalnya baunya harum dan mengundang
simpati publik kini kita tahu nalar berfikirnya lebih liberal dan anti-agama dibanding
partai sekuler. PKS mau mengorbankan diri menjadi bemper gerakan anti KPK atau
menolak kewenangan KPK untuk merasuk dalam upaya pembersihan sarang tikus di
DPR atau senayan. Petanya jelas, mumpung KPK belum masuk istana maka harus
dihadang di senayan dulu. PKS, dan elemen-elemen kecil msayarakat layaknya
jongos atau tumbal yang dikorbankan oleh korporatokrasi koruptor yang sudah
menggurita. Semakin menggurita semakin sulit ditembus. Hal ini sudah diingatkan
oleh George Junus Adicondro dalam bukunya Gurita cikeas (2010) dan cikeas kian
menggurita (2011).
Situasi demikian
sulit melahirkan pahlawan yang bisa memusuhi diktator uang dan diktator raja
(penguasa) semisal gandhi atau Anna Hazare di India yang dengan damai malawan
korupsi namun bisa menggerakkan jiwa dan nurani orang India di pelosok
sekalipun. Karismanya alamiah, muncul sebagai reflekasi kemanusiaan dan
kesatuan budi dengan alam, dan manusia pada umumnya dimana setiap manusia
berhak mendapati mimpinya tergapai, nafkah lahir dan bathinnya terpenuhi. Dan
dalam hal ini, korupsi adalam proponen atau antagnis dari segala kebaikan budi
manusia. Karena itu Anna Hazare puasa selama seminggu untuk menentang koruptor
dengan jalan sunyi berbekal pemahaman agama dan kemanusiaan yang tinggi. Di
Indonesia, seruan moral tokoh lintas agama tidak membekas, goncongan KPK justru
mendapat perlawanan balik dari koruptor dan anteknya (the corruptor fight
back). Pasti ada yang salah dalam masyarakat, dalam sistem yang sedang dan
telah dirusak penguasa liberal (segala cara halal untuk menaklukkan massa).
Artinya apa? saya
harus mengatakan ironisme yang luas biasa pasca reformasi. Banyak orang
mengklaim eksponen reformasi 1998 tetapi tingkah pola korupnya melebihi
kelompok yang memang profesinya sebagai koruptor. Sebagaimana peringatan Buya
Syafii Maarif, ketika politik sudah menjadi mata pencaharian lalu hukum halal
haram dan baik buruk cukup menjadi urusan bidang agama dan alim ulama saja. Di
arena politik, suara tuhan adalah suara uang (terutama di badan anggaran). KPK
adalah satu-satunya harapan. Walau presiden bisu terkait isu mendasar ini, kita
masih bsia berharap ke KPK apa pun alasannya termasuk jika benar pak Beye
mundur dari urusan pemberantasan korupsi kita akan menjadi saksi sejarah bahwa
99% rakyat kita masih waras (baca petikan status fb diatas). Jika harapan
reformasi dan pemberantsan korupsi tidak ada lagi, lalu mau kemana bangsa ini
dikuburkan? kalau tanah kuburan saja sudah menjadi target koruptor?!
No comments:
Post a Comment