Amalinda
Savirani
Seminggu
belakangan ini saya mendapat tugas kolega di jurusan menulis kata pengantar
skripsi s-1 mahasiswa yang akan diterbitkan oleh jurusan. Skripsi ini milik
Rias Fitriyana Indriyati. Ia menulis tentang graffiti di Yogyakarta dan
kaitannya dengan apa yang dia sebut sebagai ‘politik sehari-hari’.
Karena bingung
gak dapat ide menulis, saya iseng membacai buku tebal kusam milik pak Sarjono,
TU Jurusan yang isinya adalah data-data judul skripsi mahasiswa dari zaman
jadul. Yang terjadul adalah angkatan 1993, kakak kelas saya. Ternyata telah
berlangsung pergeseran tema skripsi dari tahun ke tahun, dari era 90an ke era
2000an. Jadi saya batasi assessment saya pada angkatan 1993, yang mulai lulus
sekitar tahun 1998-1999.
Ketika saya
menjadi mahasiswa di jurusan ini di pertengahan tahun 1990an, tema penulisan
skripsi didominasi oleh isu yang bersifat state-centric, atau berpusat pada
negara dan apparatus nya, seperti birokrasi, unit-unit pemerintahan, lembaga
perwakilan, mengukur “efektifitas” program pemerintah, seperti IDT (Inpres Desa
Tertinggal), kinerja kerja birokrasi dalam menjalankan peran dasar pemerintah,
evaluasi lembaga parlemen (yang mandul), otonomi daerah (yang formalistic),
dll.
Dari segi
pendekatan, skripsi bertema state-centric ini dikerangkai dengan pendekatan
yang legal formalis, yakni mendekati dan mengkerangkai persoalan politik
kelembagaan dari aspek evaluatif, yakni dengan membandingkan antara yang ideal
dengan kenyataan, misalnya fokus pada kajian . Mahasiswa yang ingin
keluar dari tema-tema ‘standar’ tersebut biasanya memfokuskan diri pada tema
pemikiran politik, dan atau fokus pada lembaga-lembaga masyarakat sipil yang
saat itu kira2 anti negara.
Situasi ‘tidak
banyak pilihan’ ini bergeser sejak awal tahun 2001 (mereka yang lulus di
tahun ini). Sejak itu berlangsung peningkatan variasi tema tulisan skripsi
mahasiswa di Jurusan ini. Mulai ada mahasiswa yang menulis tentang “Sepakbola
dan kaitannya dengan Pilkada”, yang ditulis oleh R Anung Handoko (2006). Dalam
periode yang sama, Tyas Ratnawati (2006) menulis “Daily politics. Studi awal
politik pangan di Indonesia, Wigke Carpri di tahun yang berdekatan
menulis pergulatan politik identitas di kalangan kelompok minoritas gay di
Yogyakarta. Titik Widiyanti (2008) melakukan penelitian dengan tema yang sama
untuk kelompok Waria di Yogyakarta. Di periode sebelumnya, Utan Parlindungan
(2007) menulis skripsi tentang lagu “Genjer-Genjer” yang digunakan Partai
Komunis Indonesia (PKI). Penerusnya adalah Ulya Jamson (2010) yang menulis
tentang angkringan sebagai ruang publik. Ratna Puspita Dwipa tentang kemenyan
dan dukun dalam praktek politik Indonesia, dan masih banyak lagi karya-karya
skripsi mahasiswa lainnya dengan tema yang sangat dinamis yang tidak bisa
diurai satu per satu.
Karya mereka
memiliki perbedaan tema dengan generasi mahasiswa di tahun 1990an, termasuk
generasi saya. Secara kasar barangkali pergeseran ini bisa diberi label sebagai
perubahan dari tema state-centric menjadi society-centric dari segi substansi
dan dari segi pendekatan adalah dari “politik formal” menjadi “politik
informal”. Bukan hanya pada temanya yang mengalami pergeseran, melainkan juga
pendekatan dalam memaknai peristiwa politik. Ada pergeseran trend yang
meningkat di kalangan mahasiswa angkatan paska 2000-an dari relasi kuasa formal
di lembaga-lembaga politik dan pemerintah, menjadi relasi kuasa dalam
berlangsung dalam kehidupan sehari-hari, dan atau dalam tema-tema yang secara
klasik dianggap “bukan politik”. Salah satu pendekatan tersebut adalah “everyday
practice of politics”.
Ada beberapa
penjelasan pergeseran trend ini. Pertama. secara institusional ada perubahan
kurikulum yang cukup mendasar di Jurusan Pemerintahan sejak awal-awal tahun
2000an. Di tahun pertama tugas jurusan adalah adalah membuka pintu ketertarikan
mahasiswa pada praktek politik, apapun bentuknya. Kedua, JPP menginisiasi
kurikulum baru tahun 2005 dan memperbanyak matakuliah yang berada di luar
mainstream studi politik, seperti “Politik Perkotaan”, “Gerakan Politik”, “HAM
dan Kewarganegaraan”, “Pemerintahan Komunitas”, “Politik Agraria” , ”Masyarakat
Ekonomi”, “Politik Perburuhan”, dll. Di samping itu, kuliah-kuliah yang klasik
pun seperti “Pengantar Ilmu Politik dan Pemerintahan” memiliki cara berfikir
yang up-to-date. Upaya ini didukung oleh staf pengajar JPP yang selalu
memiliki memiliki keinginan menyegarkan diri dengan perspektif baru.
Hasilnya adalah “ledakan” skripsi dengan tema yang sangat ber5variasi dan tidak
lagi terfokus pada Negara. Makna politik pun mengalami pergeseran, dari
politik formal di lembaga-lembaga pemerintah dan masyarakat, menjadi politik
sehari-hari yang dialami oleh warga Negara.
Membacai
judul-judul skripsi satu persatu-satu, hati saya rasanya lebar karena
senang.
No comments:
Post a Comment